Berita Metropolitan, Jakarta, 25 Maret 2025 – Operasi penertiban yang dilakukan oleh aparat di Jalan Dr. Latumenten, Jakarta Barat, kembali menjadi sorotan publik. Dalam razia yang digelar baru-baru ini, sejumlah kendaraan dan pengendara diperiksa dalam rangka memastikan kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas dan administrasi kendaraan. Namun, beberapa pihak menduga adanya pelanggaran administrasi dalam proses razia tersebut, memunculkan kekhawatiran terkait transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum di lapangan.
Berdasarkan laporan saksi mata dan rekaman yang beredar di media sosial, razia dilakukan di sekitar kawasan Dr. Latumenten, Jakarta Barat. Sejumlah petugas gabungan, termasuk dari kepolisian dan Dinas Perhubungan, melakukan pemeriksaan terhadap kendaraan roda dua dan roda empat. Mereka mengecek kelengkapan surat-surat seperti SIM, STNK, serta kelayakan kendaraan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
Namun, beberapa pengendara mengaku diperlakukan tidak sesuai prosedur. Beberapa di antaranya mengeluhkan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang, seperti pengenaan denda tanpa bukti pelanggaran yang jelas serta kurangnya transparansi dalam mekanisme pembayaran tilang.
Maladministrasi dalam konteks razia ini merujuk pada prosedur yang tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku, termasuk kemungkinan adanya:
Penyalahgunaan wewenang oleh oknum petugas dalam proses pemeriksaan dan penindakan.
Kurangnya transparansi dalam prosedur tilang, termasuk tidak adanya bukti pelanggaran yang kuat.
Praktik pungutan liar (pungli) yang berpotensi merugikan masyarakat.
Beberapa pengendara yang terkena razia mengaku tidak diberikan opsi untuk mengikuti sidang tilang sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum, melainkan diarahkan untuk membayar langsung di tempat, yang dapat dikategorikan sebagai pungli jika dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas.
Dalam pelaksanaan razia dan penindakan pelanggaran lalu lintas, petugas harus berpedoman pada beberapa peraturan berikut:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ)
Pasal 260 menyatakan bahwa setiap pelanggar berhak mendapatkan bukti pelanggaran berupa surat tilang dan berhak mengikuti sidang.
Pasal 282 menegaskan bahwa setiap anggota kepolisian dalam melaksanakan tugas harus berlandaskan hukum dan tidak menyalahgunakan kewenangan.
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Pasal 36 mengatur bahwa setiap tindakan pelayanan publik harus transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas
Pasal 3 menyebutkan bahwa razia kendaraan harus dilakukan dengan surat tugas resmi dan dalam waktu serta tempat yang telah ditentukan.
Pasal 32 melarang petugas menerima pembayaran denda secara langsung dari pengendara.
4. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar
Mengatur larangan pungli dalam segala bentuk pelayanan publik, termasuk dalam operasi lalu lintas.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari instansi terkait mengenai dugaan maladministrasi dalam razia di Jalan Dr. Latumenten. Namun, pihak kepolisian sebelumnya menegaskan bahwa razia dilakukan sesuai prosedur dan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran berlalu lintas serta menekan angka kecelakaan.
Masyarakat yang merasa dirugikan dalam razia tersebut dapat melaporkan dugaan pelanggaran ke Ombudsman RI, Propam Polri, atau melalui layanan pengaduan resmi yang tersedia di instansi terkait.
Razia kendaraan di Jalan Dr. Latumenten Jakarta Barat menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat, terutama terkait dugaan maladministrasi dalam pelaksanaannya. Untuk mencegah penyalahgunaan wewenang, penting bagi aparat penegak hukum untuk selalu mengacu pada regulasi yang berlaku serta menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas. Masyarakat juga diimbau untuk memahami hak dan kewajibannya saat menghadapi razia, serta tidak segan melaporkan jika menemukan praktik yang tidak sesuai prosedur.
Redaksi.