Berita Metropolitan, Jakarta Barat — Peredaran obat keras jenis pil koplo seperti tramadol dan hexymer kembali mencuat di wilayah Stasiun Angke, Tambora, Jakarta Barat. Aktivitas ilegal ini sudah lama menjadi sorotan warga sekitar, namun anehnya tak kunjung tersentuh aparat penegak hukum. Hal ini memunculkan dugaan kuat adanya keterlibatan oknum berseragam yang turut bermain dalam jaringan peredaran obat terlarang tersebut.
Menurut informasi yang dihimpun di lapangan, praktik jual beli obat golongan G ini dilakukan secara terbuka melalui toko-toko berkedok kosmetik dan kebutuhan sehari-hari. Selain itu, transaksi juga dilakukan secara online dengan sistem pembayaran tunai saat ditemui langsung (COD). Aktivitas ini berlangsung dari pagi hingga malam hari tanpa gangguan dari aparat, seolah mendapat “perlindungan”.
Ketua Umum Pengurus Besar Forum Ulama dan Aktivis Islam (PB-FORMULA), Tuan Guru Drs. Dedi Hermanto, angkat bicara. Ia mengecam keras lemahnya penindakan dari pihak kepolisian dan meminta Kapolda Metro Jaya serta Kapolres Jakarta Barat untuk bertindak tegas.
“Kami menduga ada oknum berseragam yang turut membekingi. Ini bukan isu baru, dan masyarakat sudah lama resah. Kalau aparat diam, maka jangan salahkan rakyat jika hilang kepercayaan pada institusi hukum,” tegas Dedi Hermanto.
Fenomena ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 196 dan 197. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar dapat dikenai pidana penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
Beberapa warga yang ditemui di lokasi juga mengaku heran mengapa praktik jual obat berbahaya ini bisa berjalan mulus selama bertahun-tahun.
“Sudah lama di sini begitu, jualnya terang-terangan. Tapi kok nggak pernah ditindak? Jangan-jangan memang ada yang jagain,” ujar R, warga sekitar.
Di tengah maraknya peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang yang merusak generasi muda, lambannya tindakan hukum justru menjadi luka tambahan bagi kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Masyarakat dan tokoh-tokoh pergerakan sosial mendesak agar pihak kepolisian segera membentuk tim independen untuk menyelidiki kasus ini, termasuk kemungkinan keterlibatan oknum aparat. Jika tidak, peredaran pil koplo di Stasiun Angke dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk dan merembet ke wilayah lain di Jakarta.
Tim Redaksi Nasional.