Diduga Pukul Wartawan, Ajudan Kapolri Rusak Hubungan Kepolisian dan Pers

Berita, Hukum, Nasional31 Dilihat
banner 468x60

Berita Metropolitan Semarang, 8 April 2025 — Hubungan antara institusi kepolisian dan insan pers kembali memanas setelah insiden dugaan pemukulan terhadap seorang wartawan oleh ajudan Kapolri pada Senin malam (7/4) di lingkungan Mabes Polri. Peristiwa ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk organisasi pers dan pegiat hak asasi manusia.

 

banner 336x280

Menurut saksi mata dan rekaman video yang beredar di media sosial, insiden bermula ketika wartawan Harian Nasional bernama Dimas Prasetya mencoba meminta konfirmasi terkait penanganan kasus tertentu kepada Kapolri saat acara resmi. Namun, ajudan Kapolri yang belum diungkapkan identitasnya, diduga mendorong dan memukul Dimas agar menjauh dari Kapolri, mengakibatkan luka ringan di bagian wajah korban.

 

“Dia hanya menjalankan tugas jurnalistik, tidak ada provokasi. Tapi tiba-tiba dipukul. Ini jelas bentuk intimidasi terhadap kerja jurnalis,” ujar rekan korban, Indra Wibowo, yang juga berada di lokasi.

 

Pengurus Besar-Forum Ulama Dan Aktivis (PB-FORMULA) Tuan Guru Drs.DEDI HERMANTO. mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk kekerasan terhadap jurnalis dan pelanggaran terhadap kebebasan pers yang dijamin undang-undang.

 

“Ini bukan hanya soal pemukulan, tapi juga bentuk pembungkaman terhadap pers. Kepolisian sebagai institusi negara harus tunduk pada hukum dan menjunjung tinggi demokrasi,” ujar Ketua Umum PB-FORMULA Tuan Guru Drs.DEDI HERMANTO

 

Mabes Polri melalui Divisi Humas menyampaikan bahwa pihaknya sedang menyelidiki insiden tersebut. “Kami menghormati kerja pers dan akan menindak tegas jika ditemukan pelanggaran etik ataupun pidana oleh anggota,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol. Dedi Santoso.

 

Namun hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari Kapolri terkait sikap terhadap ajudannya.

 

Dasar Hukum yang Dilanggar. Tindakan pemukulan terhadap wartawan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan:

 

Pasal 352 KUHP tentang Penganiayaan Ringan:

“Barang siapa melakukan penganiayaan yang tidak menjadikan orang sakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan, dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda.”

 

Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers:

“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kerja jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

 

Jika terbukti, ajudan Kapolri dapat dikenakan kedua pasal tersebut, baik atas penganiayaan ringan maupun atas tindakan penghalangan kerja jurnalistik yang sah.

 

Insiden ini dikhawatirkan dapat merusak hubungan antara aparat penegak hukum dan media massa, yang selama ini diupayakan agar berjalan sinergis dalam membangun transparansi dan akuntabilitas publik. Sejumlah media bahkan dikabarkan akan melakukan aksi solidaritas dan mogok peliputan kegiatan Polri jika insiden ini tidak diselesaikan secara adil.

 

Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Pers sebagai pilar keempat demokrasi memiliki peran penting dalam mengawasi kinerja lembaga negara, termasuk kepolisian. Masyarakat kini menanti, apakah kepolisian mampu menegakkan hukum secara profesional, meski pelakunya berasal dari dalam institusinya sendiri.

Redaksi.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *