*Parkir Liar di Tambora: Cermin Persoalan Struktural Kota Jakarta*

Berita, Hukum, Nasional20 Dilihat
banner 468x60

Berita Metropolitan Jakarta, 24 Mei 2025 – Fenomena parkir liar yang semakin marak di wilayah Tambora, Jakarta Barat, menjadi perhatian publik. Meski aparat penegak hukum kerap melakukan penertiban, praktik ini tetap tumbuh subur dan menjadi bagian dari keseharian warga. Di balik pelanggaran lalu lintas tersebut, tersimpan persoalan struktural yang mencerminkan kompleksitas pengelolaan perkotaan di Jakarta.

Tambora adalah salah satu kawasan dengan kepadatan penduduk tertinggi di Jakarta. Banyaknya permukiman padat serta aktivitas ekonomi di ruas-ruas jalan utama dan gang-gang sempit membuat kebutuhan akan lahan parkir meningkat. Namun, pembangunan fasilitas parkir resmi dinilai belum sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor.

banner 336x280

“Setiap hari saya harus parkir di pinggir jalan karena tidak ada tempat lain. Rumah saya kecil, jalannya sempit, dan tidak ada lahan kosong,” ujar Sumarno (47), warga Krendang, Tambora.

Fenomena parkir liar juga telah melahirkan ekonomi informal yang cukup terorganisir. Sejumlah juru parkir liar kerap memungut biaya parkir dari pengendara tanpa izin resmi. Ironisnya, banyak warga mengandalkan pekerjaan ini sebagai sumber mata pencaharian utama.

Menurut pengamat perkotaan dari Universitas Indonesia, Dr. Lestari Wibowo, parkir liar tak lepas dari masalah ketimpangan sosial. “Ini bukan semata soal pelanggaran, tapi karena kota belum menyediakan sistem ekonomi yang inklusif. Juru parkir liar muncul karena tidak ada pilihan lain.”

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara berkala melakukan razia parkir liar melalui Dinas Perhubungan dan Satpol PP. Namun, pelanggaran tetap saja terjadi, bahkan di tempat-tempat yang baru saja ditertibkan.

“Petugas sering datang, tapi setelah itu ya balik lagi. Kadang yang jaga malah orang yang pakai seragam juga,” ungkap seorang pemilik toko di Jalan Jembatan Besi yang enggan disebutkan namanya.

Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum dalam praktik pungutan liar di lapangan.

Tambora adalah potret bagaimana urbanisasi berlangsung tanpa perencanaan jangka panjang yang memadai. Pertumbuhan penduduk dan kendaraan tidak dibarengi dengan pengembangan infrastruktur dan pengelolaan ruang yang berkelanjutan.

“Kita menghadapi situasi di mana semua orang butuh mobilitas, tapi tata ruang kita belum siap. Parkir liar hanyalah gejala dari struktur kota yang tidak sehat,” jelas Dr. Lestari.

Untuk mengatasi persoalan ini, para ahli menilai bahwa solusi tidak cukup hanya dengan penertiban. Diperlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk pembangunan fasilitas parkir terjangkau, peningkatan transportasi publik, hingga penataan ekonomi informal agar lebih legal dan manusiawi.

Gubernur DKI Jakarta yang baru, dalam kampanyenya sempat menjanjikan revitalisasi kawasan padat penduduk dengan konsep “kota ramah warga”. Namun hingga kini, implementasi di lapangan belum terasa signifikan.

Parkir liar di Tambora bukan sekadar persoalan lalu lintas, melainkan cermin dari permasalahan struktural di perkotaan: kesenjangan, lemahnya regulasi, hingga ketidaksiapan infrastruktur. Menyelesaikannya bukan tugas satu instansis aja, melainkan tanggung jawab bersama antara pemerintah, warga, dan pemangku kepentingan kota.

Redaksi.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *