Peredaran Obat Keras Ilegal Pil Koplo-Red Berkedok Toko Kosmetik di Keramat Bunder, Jakarta Pusat: Diduga Terkoordinir, Aparat Tutup Mata

Berita Metropolitan, Jakarta – Dugaan praktik peredaran obat keras ilegal secara terselubung kembali mencuat di kawasan padat ibu kota. Sejumlah toko kosmetik di wilayah Keramat Bunder, Senen, Jakarta Pusat, diduga kuat menjual obat-obatan keras tanpa izin resmi. Aktivitas ini dilakukan secara terbuka, namun seolah tak tersentuh penegakan hukum.

 

Pantauan langsung di lokasi pada akhir April 2025 mengungkap bahwa beberapa toko kosmetik yang beroperasi di sepanjang jalan tersebut tidak hanya menjajakan produk kecantikan, tetapi juga menawarkan obat-obatan seperti tramadol, hexymer, dan pil double L — semua tergolong dalam kategori obat keras yang harus disertai resep dokter.

 

Salah satu toko yang paling sering disebut oleh warga dan pembeli berada di sudut gang utama. Pemilik toko tersebut diketahui bernama Wahyu, sementara penjaga tokonya yang aktif melayani transaksi disebut bernama Adam. Keduanya diduga menjalankan aktivitas ini secara rutin dan sistematis.

 

“Kalau ke toko Wahyu, yang jaga biasanya Adam. Tinggal bilang kode obatnya, langsung dikasih. Sudah kayak beli makanan ringan aja,” ujar seorang pemuda yang kami wawancarai secara anonim.

 

Warga setempat mengaku tidak heran dengan maraknya transaksi tersebut. Ironisnya, banyak yang menilai praktik ini berlangsung dengan sepengetahuan oknum tertentu. “Dari dulu sudah ada, bahkan makin terbuka. Tapi tidak pernah ada penertiban. Sepertinya sudah biasa,” ujar seorang pedagang sekitar.

 

Sejumlah tokoh masyarakat dan organisasi sipil mulai angkat suara. Salah satunya adalah Tuan Guru Drs. Dedi Hermanto, Ketua Umum Pengurus Besar Forum Ulama & Aktivis (PB-FORMULA), yang menyatakan keprihatinan mendalam terhadap situasi tersebut.

 

“Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, ini pengkhianatan terhadap masa depan generasi muda. Negara tidak boleh kalah oleh mafia obat-obatan,” tegas Tuan Guru Dedi Hermanto.

 

“Kami dari PB-FORMULA akan menyurati instansi terkait dan mendorong pembentukan tim investigasi independen.”

 

Peredaran obat keras tanpa izin resmi dan tanpa resep dokter merupakan pelanggaran hukum yang serius di Indonesia. Hal ini diatur dalam beberapa perundang-undangan, antara lain:

 

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 196:

> “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”

 

2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 62:

> “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.”

 

3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2017, yang menyatakan bahwa obat keras (ditandai dengan logo lingkaran merah dan huruf K) hanya boleh diperoleh dengan resep dari dokter dan harus disalurkan oleh apotek resmi yang diawasi tenaga farmasi profesional.

 

Masyarakat berharap aparat kepolisian, BPOM, dan Pemprov DKI segera turun tangan untuk menindaklanjuti dugaan peredaran obat ilegal ini. Selain merugikan kesehatan masyarakat, hal ini juga menjadi pintu masuk bagi penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja.

 

“Penegakan hukum jangan tebang pilih. Kalau dibiarkan, korban akan terus berjatuhan,” tutup Tuan Guru Dedi.

Redaksi.